Minggu, 15 April 2012

Rugikan Umat Islam, Ulama Madura akan surati Presiden dan DPR menolak rekomendasi Komnas HAM

Badan Silaturrahim Ulama Pesantren Madura (Bassra) berencana mengirim surat kepada Kepala Negara dan Pimpinan DPR RI, terkait penolakan terhadap  lima rekomendasi Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
"Isi surat yang akan kami kirim ini intinya, menolak lima rekomendasi Komnas HAM," kata koordinator pusat Bassra, KH Moh Rofi'i Baidlowi di Pamekasan, Sabtu sore(14/4).
Kyai Rofi'i mengatakan, para ulama perlu mengirim surat secara langsung ke Presiden dan Pimpinan DPR RI, karena rekomendasi yang disampaikan Komnas HAM dinilai akan merugikan umat Islam, jika nantinya benar-benar dilaksanakan.

Hal mendasar yang menjadi sorotan pada ulama adalah rekomendasi pernikahan Komnas HAM agar menghapus undang-undang yang mengatur pelarangan nikah beda agama dan guru agama dari pemeluk agama yang sama di lembaga pendidikan. "Jika rekomendasi ini diberlakukan, bisa merusak moral dan akidah umat Islam yang ada di Indonesia ini," ucap Pengasuh Pondok pesantren Banyuanyar Timur, Pamekasan ini.
Oleh karena itu, sambung dia, para ulama se-Madura sepakat menolak lima rekomendasi Komnas HAM tersebut, dan meminta Presiden dan pimpinan DPR RI tidak melaksanakan rekomendasi yang menurutnya merugikan umat Islam dan bisa mengancam kerukunan umat beragama.
Para ulama yang tergabung dalam Badan Silaturrahim Ulama Pesantren Madura (Bassra) menolak lima rekomendasi Komnas HAM, mereka menilai rekomendasi itu akan merusak norma-norma agama, khususnya umat Islam, karena pernikahan beda agama jelas dilarang dalam Islam.
Lima rekomendasi yang disampaikan Komnas HAM yang diprotes ulama Madura itu menyebutkan, pertama, menghapus larangan beda agama, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Kedua, komisi itu merekomendasikan agar pencantuman agama dalam berbagai atribut kependudukan, termasuk dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006, hendaknya dihapus.
Rekomendasi ketiga, menyoal tentang Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 tentang Perlindungan Agama dari Penodaan karena dianggap membatasi kebebasan beragama warga negara dengan mencap sesat orang yang berbeda keyakinan dengan kelompok mayoritas.
Para ulama Madura berpendapat, jika undang-undang ini dihapus, maka nantinya kemurnian agama bisa ternodai.
Rekomendasi keempat Komnas HAM yang juga ditolak para ulama di Madura ini adalah tentang Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 9 Tahun 2006 (yang populer disebut SKB 2 Menteri).
Menurut rekomendasi tersebut SKB 2 Menteri itu menghambat kebebasan mendirikan rumah ibadah di kalangan kelompok minoritas, seperti yang terjadi pada kasus gereja GKI Yasmin Bogor.
Sementara, rekomendasi kelima, Komnas HAM menginginkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan yang mengharuskan peserta didik mendapatkan pelajaran agama dan guru agama yang beragama sama hendaknya dihapus.
Dukungan terhadap Ulama
Penolakan para Ulama Madura terhadap lima rekomendasi Komnas HAM menuai dukungan dari Anggota DPR RI dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) MH Said Abdullah .
"Saya sangat mengapresiasi apa yang disuarakan para ulama terkait penolakan lima rekomendasi Komnas HAM ini," kata Said Abdullah usai melakukan serap aspirasi dengan perwakilan ulama Madura di gedung Islamic Centre Pamekasan, Sabtu(14/4).
Ia mengatakan, rekomendasi yang disampaikan Komnas HAM kepada pemerintah memang bisa memancing emosi massa, khususnya umat Islam.
Akan tetapi, itu hanya sebatas rekomendasi dan tidak akan bisa terlaksana selama belum menjadi keputusan dan ditetapkan melalui undang-undang.
"Legal standing dalam hal dilaksanakan atau tidak mengenai lima rekomendasi Komnas HAM, kan kami di DPR," ucap Said
Ia juga menambahkan, bahwa rekomendasi tersebut tidak akan dapat berfungsi jika undang-undang yang bertentangan dengan rekomendasi tersebut masih berlaku.
"Kelima rekomendasi ini, tidak akan terlaksana selama aturan perundangan-undangan yang menjadi pijakan tidak dicabut. Dan kami di DPR akan tetap mempertahankan itu," tegas Said Abdullah.
Anggota dewan asal Sumenep, Madura ini juga menilai, rekomendasi yang disampaikan Komnas HAM kepada pemerintah, terkesan kurang memperhatikan kondisi sosial masyarakat, khususnya umat beragama.
Selain MH Said Abdullah, anggota DPR RI yang juga hadir dalam dialog dengan ulama Madura membahas penolakan rekomendasi Komnas HAM itu, Ach Ruba`ie, dari Partai Amanat Nasional (PAN).
Politisi asal Sampang ini juga menyatakan, tidak akan mengindahkan rekomendasi Komnas HAM dan mendukung langkah para ulama Madura.

 (bilal/arrahmah.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar